Kesetimbangan Uap-Cair 2
Larutan dapat didefinisikan sebagai suatu
sistem homogen yang terdiri dari dua komponen atau lebih. Istilah pelarut dan
zat terlarut sebenarnya biasa dipertukarkan, tetapi istilah pelarut biasanya
digunakan untuk cairan, bila larutan terdiri dari padatan atau gas dalam
cairan. Istilah ini untuk jenis larutan lain biasa digunakan untuk menyatakan
zat yang terdapat dalam jumlah yang lebih banyak. Komponen–komponen yang terdapat
dalam jumlah yang lebih sedikit biasanya dinamakan zat terlarut (Bird,1993).
Jika kita
menghendaki komposisi uap yang dalam kesetimbangan dengan campuran air, tidak
cukup bila kita hanya mengetahui sifat-sifat campuran cair pada komposisi
seperti itu saja; sekarang kita juga harus mengetahui sampai sejauh mana
sifat-sifat itu (khususnya energi Gibbs) bergantung pada komposisi. Pengaruh
temperatur yang pokok pada kesetimbangan uap-cair terdapat dalam tekanan uap
komponen murni atau lebih tepatnya dalam fugasitas zat cair komponen murni.
Sementara koefisien aktivitas bergantung pada temperatur sebagaimana halnya
komposisi, ketergantungan itu biasanya kecil bila dibandingkan dengan
ketergantungan tekanan uap zat cair murni pada temperatur. Dalam suatu campuran,
kenaikan temperature 10oC meningkatkan tekanan uap zat cair sebesar 1,5 - 2
kali. Oleh karena itu, kecuali pada perubahan temperatur yang besar sering
lebih mudah bila pengaruh temperatur terhadap gE diabaikan saja ketika
menghitung kesetimbangan uap-cair (Reid, 1990).
Bila seluruh
larutan biner diuapkan secara parsial, komponen yang mempunyai tekanan uap
lebih tinggi akan terkonsentrasi pada fase uapnya, hingga terjadi perbedaan
komposisi antara cairan dengan uap yang setimbang. Uap tersebut dapat
diembunkan sebagai kondensat. Uap yang diperoleh dengan menguapkan secara
parsial kondensat itu akan mempunyai komposisi yang lebih kaya lagi akan
komponen yang mudah menguap (Alberty, 1987 ).
Larutan dikatakan ideal jika larutan tersebut
mengikuti hukum Roult pada seluruh kisaran komposisi sistem. Hukum Roult dalam
bentuknya yang lebih umum didefinisikan sebagai fugasitas dari tiap komponen
dalam larutan yang sama dengan keadaan serta fraksi molnya dalam larutan
tersebut, yakni:
f1 = X1 . f1*
Sedangkan hubungan antara tekanan parsial dan
komposisinya dalam larutan merupakan pendekatan dalam hal larutan yang
mempunyai komponen tekanan parsial kecil.
P1 = X1 . P1o.
P1 = X1 . P1o.
Dimana : p1 = tekanan uap
larutan po = tekanan uap larutan murni X1 = mol fraksi
larutan Potensial kimia dari tiap komponen dalam larutan didefinisikan sebagai
: µ1 = µ1o + R T ln X1 (Dogra,
1990).
Komponen (pelarut dan zat terlarut) larutan
ideal mengikuti Hukum Roult pada seluruh selang konsentrasi. Larutan encer yang
tak mempunyai interaksi kimia di antara komponen-komponennya, Hukum Roult
berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tak ideal. Tetapi Hukum Roult tak
berlaku pada zat terlarut pada larutan tak ideal encer. Perbedaan ini bersumber
pada kenyataan : molekul-molekul pelarut yang luar biasa banyaknya. Hal ini
menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam lingkungan pelarut
murni. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry, bukan
Hukum Roult (Petrucci, 1992).
Larutan juga dapat dikatakan sebagai larutan ideal apabila :
- Homogen pada seluruh system mulai dari mol fraksi 0-1
- Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen-komponen dicampur membentuk larutan ( ∆H pencampuran = 0 )
- Tidak ada beda volume pencampuran, artinya volume larutan sama dengan jumlah komponen yang dicampurkan ( ∆V pencampuran = 0 )
(Tim Penyusun, 2014).
komponen
larutan ideal adalah komponen yang satu akan mempengaruhi sifat komponen yang
lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua
komponennya. Contoh, sistem benzene-toluena. Larutan non ideal adalah larutan
yang tidak memiliki sifat di atas. Larutan ini dibagi dua golongan yaitu :
Larutan non ideal deviasi positif yang mempunyai volume ekspansi, dimana akan
menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem
aseton-karbondisulfida. Larutan non ideal deviasi negative yang mempunyai
volume kontraksi, dimana akan menghasilkan titik didih minimum pada sistem
campuran itu. Contoh : sistem benzene-etanol dan aseton-kloroform (Tim
Penyusun, 2014).
Data
komposisi uap ditampilkan pada diagram
komposisi versus temperatur seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 11.3
Tampilan data kesetimbangan uap-cair yang normal
diperlihatkan oleh Gambar 11.3a,
kurva ABC menunjukkan suatu cairan dengan berbagai komposisi yang mendidih pada
berbagai temperatur, dan kurva ADC menunjukkan komposisi uapnya pada berbagai temperatur yang bersangkutan.
Contoh,
suatu cairan dengan komposisi x1
akan mendidih pada temperatur T1,
dan komposisi uap yang berada dalam kesetimbangan dengan cairan tersebut
adalah y1 (ditunjukkan oleh titik D).
Berdasarkan
kurva-kurva dalam Gambar 11.3a, b dan c dapat disimpulkan bahwa untuk sembarang cairan dengan komposisi x1 akan menghasilkan uap
dengan komposisi tertinggi dimiliki oleh komponen (zat)
yang lebih mudah menguap (volatile). Di sini simbol-simbol x dan y menunjukkan fraksi mol komponen yang lebih volatile di dalam cairan dan di dalam uap.
Pada
Gambar 11.3b dan c terdapat suatu komposisi kritis (critical composition) xg. Pada titik ini uap
memiliki komposisi yang sama dengan cairan, dengan demikian tidak ada perubahan yang terjadi pada proses pendidihan. Campuran
kritis itu disebut azeotrope.
Diagram-diagaram yang disajikan di atas berlaku untuk
kondisi tekanan konstan. Perlu diingat bahwa komposisi uap yang berada dalam
kesetimbangan dengan cairan berubah dengan berubahnya tekanan.
Untuk kegunaan proses distilasi, data kesetimbangan uap
cair lebih bermanfaat jika disajikan dalam bentuk grafik x versus y pada tekanan
konstan, hal ini disebabkan kebanyakan operasi distilasi dalam industri dilakukan
pada tekanan konstan. Grafik yang dimaksud ditunjukkan oleh Gambar 11.4. Perlu
dicatat bahwa temperatur bervariasi di sepanjang kurva.
FATHIA RAHMATUL AZIZAH
NIM 14630053
Leave a Comment